Senin, Maret 30, 2009

Recycle Bin

Black CoMMuNity---

Tempat sampah. Recycle bin, trash, dsb, mungkin hanya dijadikan wadah untuk membuang file yang tak berguna. Wadah itu pun diam. Menerima apapun yang dimasukkannya. Ia tak bisa bertindak asertif. Apalagi menolak keras. Sama halnya dengan tempat sampah di pekarangan kita.

"Aku gak mau jadi tempat sampah," kalimat itu terlontar dari salah satu ABG kepada rekan di sebelahnya. Gue, yang duduk tak jauh dari tempat mereka masih tetap memainkan tuts hp lantaran sedang komunikasi bersama rekan.

Tak lama, pelayan rumah makan datang menawarkan menu. Ya, gue lamat-lamat mendengar percakapan mereka saat berada di rumah makan itu. Bermaksud ingin fokus kepada rekan yang masih mengirimi gue pesan di ponsel, so gue pindah tempat duduk.

"Selama ini gue ngrasa begitu. Males banget kan," suara ABG itu tetap saja terdengar. Kali ini suaranya melambung. Tinggi. Penuh nada emosi. Mau gak mau, percakapan mereka tak bisa dihindari. Pasang aerphone, dengerin musik? Ah gak hoby.

Eniwei, menjadi pendengar yang baik sangatlah mulia. Syukur jika bisa memberi solusi terbaik. Bila kerabat, keluarga, atau siapapun ingin keluh kesahnya didengarkan, sebaiknya jangan menganggap diri sebagai tempat sampah. Meskipun pendapat kita tak diminta dan hanya cukup menjadi pendengar, its ok. Itu, mungkin, sudah cukup menghibur bagi seseorang yang curhat.

Manusia memiliki batas tertentu untuk memendam sesuatu dalam dirinya. Suatu saat perasaan itu membuncah dan dirinya pasti membutuhkan seseorang mendengar keluh kesahnya. Gue yakin, gak ada kawan yang menganggap kawan lainnya tempat sampah.

Ah, mungkin ABG itu hanya emosi sesaat hingga menganggap dirinya sendiri sebagai tempat sampah yang selalu menjadi sandaran curhat bagi rekannya. Ia tak salah. Bisa jadi dikala diminta menjadi pendengar yang baik, sang kawan lupa kalau ABG itu hanya manusia.

Yang sewaktu-waktu perasaannya dapat meledak.

© Mahkamah Hati - Template by Blogger Sablonlari - Header image by Deviantart