Black CoMMuNity---
Sekitar tiga pekan lalu, aku melakukan pekerjaan berat. Bukan berat karena fisik ato melakukan jenis pekerjaan yang memeras otak. Bukan. Tapi...
Aku menjadi salah satu saksi dan menandatangani SURAT PERCERAIAN, seorang kawan. Kerabat, yang juga sahabat sejak kecil. Bukan menandatangani sebuah cek transaksi bisnis ato MOU tentang kerjasama proyek. Surat cerai dari sahabat kental.
Masya Allah, siapa pun pasti berat menjadi saksi perceraian seorang sahabat. Aku sedih. Menangis. Melihat rumah tangganya yang kurang harmonis sejak setahun terakhir. Buntutnya harus berpisah.
Perbincangan secara kekeluargaan telah beberapa kali dilakukan, akhirnya berpisah menjadi kata terakhir. Bukan bermaksud mengomentari aib kawan, tapi smoga kasus ini menjadi pelajaran. Buatku, dan untuk siapa saja.
Saat menjadi jurnalis, saya sempat berbincang dengan rekan sejawat. Ia menceritakan,  baru meliput kasus  perceraian di Kota Depok.  Hasilnya, mencengangkan.  Tak lama,  saya  penasaran  mau melihat kasus perceraian di Jakarta. Hasilnya, tak jauh berbeda.
Hampir setiap perceraian dilandasi karena faktor ekonomi dan atau selingkuh. Tak berbeda dari kawan yang bercerai itu. Sang istri beralasan, ekonomi kawanku tak mampu mencukupi kebutuhannya.
Faktanya, setiap bulan gaji selalu diterimanya. Kebutuhan kedua anaknya pun, selalu terpenuhi. Makanan bergizi, uang jajan, susu, dan segala tetek bengek kebutuhan anak balita. Tapi, bekas istrinya tetap berisi kukuh. Entah, standar ekonomi apa yang ia pakai?
Siapa datang, dia harus pergi. Begitu sunatullah dalam hidup. Entah barang atau seseorang yang kita cintai. Namun, pergi/berpisah karena sesuatu yang kurang logis adalah hal yang menyakitkan.
Beruntung, sahabat saya bisa menerima (dengan berat) dan mencari solusi kedamaian hati dengan mendekatkan diri pada Allah. Lebih kerap pergi ke pengajian. Menghidupi masjid. Membantu anak yatim piatu. Alhamdulillah.
Setidaknya ia tak lari dari masalah atau melakukan bunuh diri. Naudzu billah min dzalik.
Aku sempat merenung, jika musibah itu yang menimpaku, belum tentu ku sanggup menerima ujian tersebut. "Tapi, Allah tidak akan memberi cobaan bagi hamba yang tak mampu menanggung bebannya," begitu salah satu Firmannya.
Masya Allah. Siapa datang, dia harus pergi. Yang datang memang pasti pergi. Begitulah siklus hidup. Hidup memang penuh pelajaran dan hikmah. Smoga kita smua mampu mengambil segala pelajaran dari setiap hal, amin. 
 
 





 




 
  




 
 

 
 