Jumat, Maret 20, 2009

Tawar-tawaran

Black In News---

Sejak dulu, pasar murah selalu ramai dikunjungi orang. Calon pembeli disuguhkan beragam kebutuhan dengan harga 'miring'. Daya tarik lain dari pasar itu, seluruh barang bisa dibeli dengan negoisasi harga; boleh saling menawar. Apapun jenis barangnya.

Ada yang menggelitik saat mendengar percakapan di rumah makan, tadi malam. Sejumlah remaja tanggung asyk membicarakan hari-hari yang baru dilaluinya. "Tadi kampanyenya sepi, gak enak." Rekan di sebelahnya ikut mengomentari, "Untung gue gak ikut."

"Iye. Abis gimana lagi, gue dikasih gocap. Tadinya cuma Rp 30 ribu. Gue minta tambahin, dikasih. Ya udah ikut aje." Sesaat mendengar percakapan mereka, saya tak kuat menahan tawa. Kampanye kali ini memang terlihat sepi. Sebagian masyarakat, mungkin sudah jenuh.

Apatisme politik telah menjalar kemana-mana. Akhirnya partai pun terpaksa "menyewa" tenaga relawan untuk memenuhi kouta massa dalam kampanye. Bahkan meski harus melalui cara tawar menawar.

Bagi para relawan mereka tak peduli apa platform partai. Bahkan satu bisa ikut empat hingga enam kali kampanye dengan partai yang berbeda-beda. Yang penting seberapa besar partai bisa memberi "upeti" untuk menahan terik dan mengganti uang bensin.

Sebaliknya, partai hanya memprioritaskan kampanye dipadati massa. Syukur, kalau pemilu nanti partainya bisa dicoblos, eh, dicontreng.

Tak apalah faktanya seperti itu, tapi izinkan saya mengutip apa yang pernah dituliskan Bapak Ahmad Tohari. "Uang 20 triliun itu jangan dibuang hanya untuk biaya sebuah pemilu-pemiluan. Dosa kita terhadap rakyat akan sangat besar."

© Mahkamah Hati - Template by Blogger Sablonlari - Header image by Deviantart